Genggam Erat Dalam Hati


version-baf67fe95d98eb0457f24c762a645e44_large-

Dimanapun itu kejujuran adalah hal terpenting, bagaimanapun situasinya kejujuran tetap menjadi hal terpenting, siapapun yang dihadapi, mau anak kecil, orang tua, kejujuran harus dilakukakan. Mau seburuk apapun situasinya, mau seperti apapun orang yang ada di depan kita, sikap jujur harus wajib dipertahankan. Karena hanya karena jujur, sikap itu bisa jadi menolong kita. Mungkin tidak sekarang, tapi suatu saat nanti.

Jika karena jujur kita kemudian menjadi orang yang dibenci, sementara mereka yang tidak jujur bisa mendapatkan banyak teman. Biar saja, yang penting kita sudah jujur. Jika karena jujur kemudian kita menjadi orang yang tidak punya, sementara mereka yang tidak jujur bisa mendapat segala macam harta benda. Biar saja, tetap genggam erat-erat sikap jujur itu. Jika karena jujur kemudian kita menjadi orang yang kalah, sementara mereka yang tidak jujur, berhasil menipu dan sebagainya kemudian bisa merasa puas karena menjadi pemenang, biar saja, bukan masalah yang penting sikap jujur masih tersimpan cantik di hati.

Dear, jika siapa saja tau betapa pentingnya menjadi jujur, betapa mulianya bersikap jujur, betapa cantik dan gantengnya orang-orang yang mau jujur, pasti menyenangkan sekali hidup ini. Meski ada kalimat “Jujur itu menyakitkan” tapi bukankah yang penting itu sudah jujur. Tentu ada cara menyampaikan agar kejujuran itu tidak terlalu menyakitkan. Dan meski sudah disampaikan dengan hati-hati tapi tetap menyakitkan, kejujuran tetap baik adanya. Kata Darwis Tere Liye, rasa sakit dalam hati hanyalah sementara, pemahaman yang baik tentang rasa sakit itulah yang abadi.

Maksudnya adalah belajar memahami, mengerti, memaafkan, dan menerima. Jika memang sebuah kejujuran itu menyakitkan, maka kebohongannya pasti akan lebih menyakitkan lagi. Kejujuran adalah sikap yang baik, maka akan membawa kebaikan-kebaikan lain datang dengan sendirinya.

Semoga Allah selalu menjadikan kita orang-orang jujur dan mendekatkan kita dengan orang-orang yang jujur dan baik.

Amin.

Dan melalui posting ini, saya cuma mau ngomong; seburuk apapun tempat kerja kita saat ini, sikap jujur tetap penting dipegang teguh. Bukan soal kepuasan, bukan soal pembalasan, bukan soal memperlihatkan siapa yang paling pintar, tapi soal hati yang baik, hati yang ikhlas, hati yang cantik.

Semoga dimengerti.

Berpihak atau Netral?


Narablog sekalian mungkin pernah mengalami ini. Di kampus, organisasi, atau kantor. Ini tentang pilihan. Berpihak atau netral.

Ketika seorang temanmu di kantor atau organisasi tiba-tiba bercerita tentang teman sekantor lain yang menurut dia menyebalkan, maka apa yang akan kamu lakukan? Ikutan merasa sebal atau biasa aja?

Sebagian besar orang, terutama cewek, pasti akan ikutan sebel, dan itu dikarenakan unsur kedekatan. Saya juga biasanya begitu.

Tapi narablog, sikap ikut-ikutan sebal itu adalah sikap yang buruk. Ada baiknya narablog bersikap netral saja. Karena sebenarnya kita nih yang jadi tempat curhat, nggak tau tentang kebenaran latar belakang cerita menyebalkan dari temen kita tadi. Bisa jadi temen kita sebel gara-gara ulahnya sendiri atau cuma denger-denger saja.

Sebagai teman yang dianggap baik karena dianugrahi sebagai tempat curhat, menjadi pendengar yang baik saja merupakan tindakan paling benar. No comment, just listen to your friend, dan jika memang harus komentar, berkomentar yang netral saja. Seperti, ow, hmm, ya sudah orang kan beda-beda. That’s all. Jangan malah kasih komentar yang ngompor-ngompori dan bikin makin panas. Karena itu bisa berakibat fatal pada banyak hubungan sosial di TKP.

Jadi pilih netral atau berpihak? Netral sajalah. Meskipun yang curhat adalah temen kita paling dekat sekali, ya bersikap biasa aja. Biar cerita menyebalkan itu cukup jadi urusan mereka, dan kita cukup jadi pendengar yang budiman.

Demikian.