Belum lekang dalam ingatan saya tentang banyaknya rakyat Indonesia yang menolak Miss Universe diadakan di Bali. Aksi protes terjadi dimana-mana. Tapi sayangnya, kontes putri-putrian itu ada lagi, yang punya perhelatan justru orang negeri ini sendiri. Hanya kemasannya dibuat lebih kondisional dengan negara kita, negara yang sebagian besar penduduknya muslim. Dan kontes itu bernama Putri Muslimah.
Ya.. Acara ini dikemas bagus. Dengan tidak meninggalkan sisi fashion, ditambah dengan bumbu-bumbu (yang seakan) islami. Menarik.
Tapi taukah? Sebagai muslimah saya sedih. Karena bagi saya, Kontes Putri-Putrian Muslimah ini pun tidak ubahnya seperti kontes putri-putrian yang biasanya ada. Hanya saja, kali ini bajunya tertutup.
Tentu tidak ada yang salah dengan pakaian mereka. Peserta terlihat cantik dan anggun, tapi apa iya seorang muslimah harus berlenggak-lenggok di depan umum. Dilihat jutaan pasang mata.
Bukankah kecantikan seorang muslimah harusnya dijaga, bukan untuk dipamerkan?
Bukankah anggunnya seorang muslimah terpancar dari akhlaknya, sikapnya, tutur katanya?
Bukankah semua muslimah diwajibkan untuk mengulur hijab, bukan melilit hijabnya. Atau jangan-jangan kini hijab untuk tren semata, bukan lagi perintah agama.
Anggaplah cara pandang saya tentang kontes putri-putrian ini terlalu sempit. Pun tentu saya juga bukan orang paling benar di sini. Tapi mereka melekatkan kata muslimah disitu. Apa iya muslimah harus berlenggak-lenggok?
Bukankah semua wanita itu putri? Putri yang paling imut dan menggemaskan untuk orangtuanya, putri yang paling cantik dan memesona untuk suaminya, putri yang pintar, cekatan, lembut, penuh kasih sayang untuk anak2nya, dan putri baik hati untuk semua orang. Harusnya nggak perlu standarisasi manusia untuk jadi “putri”, kecuali untuk komersialisasi. Semua perempuan itu putri yang harusnya tersimpan baik, bukan untuk dikomersilkan. Ingat perempuan itu bukan barang tontonan.