Menjadi Blogger Traveler


Saya pernah membayangkan, pasti menyenangkan menjadi seorang blogger traveler. Ketika writting dan traveling bersatu dalam bingkai kata-kata syahdu yang berpadu melukiskan keindahan alam semesta.

Jika saat ini saya sudah [bisa] dikatakan sebagai blogger, maka keinginan saya selanjutnya adalah menjadi seorang blogger traveler. Pasti menyenangkan menjadi mereka. Berbagi pengalaman tentang kisah jalan-jalan, menceritakan betapa elok rumput tetangga diseberang lautan, atau betapa menyedihkan daerah yang jauh dari peradaban, atau asiknya bercengkrama dengan orang-orang asli suatu daerah. Belajar bahasa mereka, belajar kebiasaan mereka. Wihhh.. seneng pasti ya?!

Belum lagi hal-hal seru yang bisa diceritakan, entah sulitnya medan yang harus ditempuh untuk mencapai tempat wisata, kesasar disebuah tempat asing yang sulit sekali ketemu polisi disana, miscommunication karena perbedaan bahasa, atau mungkin senangnya mencicipi makanan khas dan menginap di hotel mewah.

Beberapa, saya pernah berkunjung ke blog-blog milik para traveler. Dan kisah-kisah yang mereka tulis memang berhasil bikin iri. Dan akhirnya saya menjerit dalam hati “Ya Allah, saya kapan ya bisa seperti mereka?!!” Bercerita tentang kuliner yang disantap, atau melukiskan tempat wisata bersejarah dengan tarian kata romantis. Kapan saya seperti mereka? Atau lebih tepatnya, punya cukup uang untuk menjadi seperti mereka. Hehe

Beberapa blogger traveler yang sering mencuri perhatian saya adalah Blog milik Mas Danan Wahyu Sumirat. Di blog ini, tentu ceritanya pasti tentang traveling, tapi yang paling saya suka, pas motret-motret makanannya. Sumpah selalu bikin ngiler. Dan hal itu yang saya pingin, bisa berkeliling nusantara sambil nyicip makanannya dan bercerita kepada dunia bahwa makanan ini enak.

Blogger kedua yang juga mencuri banget perhatian saya adalah Blog The Lost Traveler milik Mas Yofangga Rayson. Eits, saya pernah lho bertemu dengan Mas Yofangga ini ditempat kerja saya. Namun sayangnya, saat itu saya nggak tau kalo Mas Yofangga ini adalah seorang blogger traveler. Jadilah saya nggak sempat tanya-tanya banyak tentang dia kecuali masalah kerjaan. Nah, apa yang membuat blog The Lost Traveler ini menarik? Diksinya yang romantis puitis, otomatis bikin pembacanya jatuh cinta setengah hidup. Cara bercerita pelan dan urut. Belum lagi photo-photo yang disajikan. Entah diedit atau ndak, tapi hasil photo-photonya lah yang paling membuat saya nggak bosen berkunjung ke blog The Lost Traveler.

Hal-hal itu yang membuat saya ingin jadi blogger traveler. Mengabadikan tempat-tempat dengan langit terindah dan pesona senja yang menawan. Kemudian menceritakannya pada dunia bahwa disini, ada tempat terindah yang jangan-jangan adalah Surga Dunia.

Ada lagi blogger traveler yang ternyata dia adalah kakak kelas saya ketika kuliah, namanya Iqbal Rois. Nama Blog nya adalah Jalan-Jalan Kemana Gitu. Iya saya tau bahwa Mas yang satu ini nge-blog bahkan beberapa tahun setelah saya lulus. Blog Jalan-Jalan Kemana Gitu bercerita dengan cara yang amat ringan, yang siapapun bisa menikmati tulisannya, bisa merasakan enjoy. Seperti traveling sendiri.

Jadi, Narablog ada yang mau jadi blogger traveler?

Saya mau, saya pingin. Namun sayangnya ada beberapa hal yang membuat saya tidak mungkin melakukan hal tersebut. Terutama masalah ‘Ijin’ dan ‘Dana’.

Tapi ya… keep on witting lah ya…. apapun yang dibagi, meski nggak traveling yang penting postif.

Ketika Hati Bicara


Karena suatu saat, kita akan bertemu tanpa diduga, tanpa dinyana. Seperti sebuah kebetulan yang terencana, mungkin berkelok, curam, tajam, namun berakhir manis dan indahnya.

Ketika hati telah memilih, dan bertebaran restu Ilahi. Maka apapun bisa saja terjadi. Tidak ada satupun di dunia ini yang mampu menghalangi. Pertemuan dua hati yang memang sudah dituliskan bersatu janji.

Tak perlu berlarik-larik puisi, tidak pula nada lagu cinta yang menarik hati. Ketika memang sudah dituliskan terjadi, maka semua akan berjalan sempurna sendiri. Karena ada skenario yang sudah sejak kita lahir tertulis rapi, kita cukup berpasrah diri. Karena semuanya akan datang pada saatnya nanti.

Ketika hati telah bicara, dan Allah tunjukkan kuasa-Nya. Maka semoga Allah cepat mempertemukan kita. Saya memang tidak pernah tau kamu dimana dan siapa. Tapi kamu telah menjadi bagian dari hidup masa depan saya, ketika masanya tiba.

Berdamai


Pernahkah mempertanyakan, kenapa ketika dua orang yang sudah lama tidak bertemu, lalu dipertemukan kembali hanya untuk sakit hati dan kecewa? Untuk kemudian membangun tembok es setinggi mungkin agar tak terlihat.

Idealnya dua orang yang sudah lama tidak bertemu itu ketika dipertemukan kembali akan membentuk sebuah siklus. Mereka mengingat, mengenang, bercerita, dan dekat. Tentu dekat dalam banyak hal. Tidak melulu soal percintaan, bisa jadi hubungan bisnis, atau sekedar tentang menemukan teman lama yang menjadi sahabat baru. Tempat bercerita.

Namun nyatanya, semua tidak selalu tentang kata ideal, harusnya, sewajarnya, atau apalah itu. Quality time dengan seorang adik semalam membuka tanya. Adik saya mengatakan,

“Mbak, dua orang itu kan awalnya temenan, kenapa jadi gara-gara satu hal malah putus silaturahmi?”

Kalimat adik saya barusan membuat hati kecil saya bertanya. Pertanyaan yang sama seperti kalimat pembuka tulisan ini. Kenapa dua orang yang sudah lama tidak bertemu, nyatanya dipertemukan kembali hanya untuk menjemput kecewa? Kemudian tidak saling menegur lagi. Tidak sebebas sebelumnya. Bukankah lebih tidak pernah bertemu saja?

Sama dengan pertanyaan, Kenapa dua orang bertemu pada akhirnya hanya untuk berpisah?

Saya menghela napas. Mungkin ini tentang berdamai, tentang keikhlasan, tentang menerima.

Hidup ini bukan sebuah computer yang kapan pun kita cukup tekan ‘undo’ maka semua kembali seperti semua semula. Atau cukup tekan ‘Ctrl+Alt+Del’, maka program yang tidak berjalan semestinya bisa diakhiri dengan sempurna dan kita ulangi dari awal saja. Sayangnya hidup tidak ada ‘undo’ atau ‘Ctrl+Alt+Del’.

Mungkin Tuhan sedang menguji seberapa besar kita bisa mengikhlaskan suratannya. Menerima dengan lapang apa yang dituliskan, memeluknya untuk menjadi pelajaran kesabaran yang levelnya akan naik lebih tinggi lagi. Berdamai saja dengan rasa sakitnya.

Allah hanya terlalu sayang sama saya. Karena itu menghadirkan dia, dan membuatnya pergi begitu saja dari hidup saya tanpa sebab yang saya ketahui.

Allah sayang saya. Simpe. Itu saja.