“Hati ini seperti tidak pernah lelah mencari. Dulu. Setelah lelah, kini hanya berani menanti. Menanti dan mencari. Sebuah jawaban atas sebuah keresahan yang belum ada jawabnya.”
Jika narablog yang sering membaca posting saya dulu, sekitar hampir satu tahun yang lalu, kebanyakan tulisan-tulisan yang saya posting adalah postingan galau. Iya, setahun lalu ketika saya patah hati, rasanya langit selalu mendung, udara selalu dingin membuat saya menggigil, dan hujan rasanya turun teramat deras, membuat hati lebih sendu.
Setahun ini, saya selalu berharap. Kisah saya yang setahun lalu adalah kisah terakhir yang terluka. Dan kemudian hari, tidak akan ada luka-luka lain yang menyusul, berlari, kemudian dengan khitmat menari-nari di depan saya. Semoga. Amin.
Ini adalah kisah saya ketika jatuh cinta sekaligus patah hati. Ada tiga kisah. Dan ketiganya sama-sama jatuh cinta dan patah hati. Semoga cukup tiga ini saja, dan saya tidak perlu patah hati lagi, cukup jatuh cinta saja. Percaya atau tidak, ketiga orang yang hadir dalam hati saya ini, semuanya lahir pada tanggal yang sama, 16.
Ini kisah saya yang pertama.
Kisah ini terjadi ketika saya masih kuliah, kalau nggak salah ketika saya semester 6. Saya ingat sekali, saat itu saya masih magang menjadi wartawan di salah satu surat kabar di Surabaya. Dan saat itulah saya serius jatuh cinta untuk pertama kali. Pria ini lahir pada tanggal 16 Juni. Saya kuliah dijurusan Ilmu Komunikasi di UPN, dan dia kuliah dijurusan Akuntansi di universitas yang sama.
Saya tidak pernah percaya pada yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama, karena memang saya jatuh cinta pada dia tidak pada pandangan pertama. Saya merasakan cinta itu setelah tiga tahun saya kenal dengan dia. Laki-laki yang berparas tampan, berbadan six pack, dan berkulit putih. Tapi yang terpenting adalah dia baik hatinya. Baik sekali. Dia adalah orang yang sangat baik, suka membantu temannya, dan nggak tegaan. Pokoknya sosok manusia baik.
Sampai suatu saat, ketika saya sedang ribut dengan seorang teman, saya lebih memilih untuk pergi ke kampus. Menenangkan diri. Karena saya tau, ketika malam datang, kampus lebih sepi, terlebih dibagian UKM.
Disana saya bertemu dengan si 16 Juni. Dia menyapa saya, mendekat, dan bertanya
“Kamu kenapa? Kok disini malam-malam?”
“Nggak pa-pa” jawaban bohong banget. Yang pastinya semua orang tau.
Dan malam itu, dengan sangat baik. Dia menemani saya dikampus sampe saya beranjak pulang. Disana cerita macam-macam, sampe bikin saya ketawa. Dan dia benar-benar nggak mau pulang, kalau saya belum pulang, karena dia nggak mau ninggalin saya sendiri.
Disitulah saya mulai jatuh cinta. Saya merasa seperti menemukan seseorang yang bener-bener baik hatinya. Dan disinilah kesalahan saya dimulai. Saya membiarkan perasaan saya mengalir begitu saja, menyimpan dalam-dalam, jangan sampai ada orang yang tau. Tapi mungkin secara tidak sadar, saya karena sedang dimabuk cinta memperlihatkan rasa cinta saya. Mungkin perhatian. Mungkin lho, karena saya juga nggak nyadar.
Sampai suatu saat, di bawah matahari yang terik. Di tempat yang sama seperti malam itu, dia menanyakan perasaan saya ke dia.
“Emang kamu jatuh cinta sama siapa?”
“Rahasia, donk!”
“Aku?”
Ketika dia mengatakan kata ‘aku’ tadi, saya terdiam. Mau mengiyakan itu takut, mau tidak jujur itu memang dia. Sampai akhirnya saya pilih mengaku. Tapi tidak dengan cara mengatakan “Aku mencintaimu”, tapi hanya berkata “Iya” yang dibarengi dengan anggukan.
Hhhh.. ternyata menceritakan masa lalu itu masih menyakitkan ya? Hehe
Iya, siang itu saya mengatakan iya. Sekian detik dia juga ikut diam. Mungkin speachless, tidak tau harus berkata apa. Sekian menit berlalu dia masih diam. Sampai akhirnya dia mengatakan…
“Maaf, tapi aku nggak begitu.”
Tiba-tiba ada petir menyambar-nyambar dengan ganas siang itu. Langit cerah sumringah, tapi mendung menggantung dihati saya, dan menutupi hampir seluruh bagiannya. Dan hari itu saya kecewa.
Beginilah kalau kita berharap pada manusia, maka hanya kecewa yang didapatkan. Sebenarnya hari itu saya merasa dicurangi. Karena ada seseorang yang tiba-tiba datang menanyakan perasaan saya, menanyakan hati saya yang sedang berbunga, kemudian setelah dia tau bagaimana bentuk hati saya, dia mengambil pisau dan melukainya dengan satu kali sayatan dalam. Dia curang. Karena dia hanya ingin memuaskan keingintahuannya, kemudian melukai saya. Padahal saya kan tidak minta jawaban, dia sendiri yang tanya, kemudian dia jawab sendiri.
Narablog tau rasanya? Sakit. Sangat sakit.
Tapi, itu adalah yang saya katakan pada waktu itu. Empat tahun lalu. Kalau sekarang, saya mengatakan..
Untung saat itu dia menanyakan perihal perasaan saya, dan menyayatnya seketika sehingga saya sadar, tidak ada cinta untuk saya darinya. Jika tidak, mungkin saya akan terus jatuh cinta dalam mimpi semu yang jelas tidak akan menyata. Karena Allah sayang sama saya tentunya.
Toh setelah itu, saya jadi bisa menulis cerita pendek tentang dia. Dua cerita malah.
Jika narablog ada yang memiliki buku saya berjudul “Aquanetta”, pasti akan menemukan dua cerita yang semuanya mengisahkan tentang dia. Judulnya ’16 Juni’ dan ‘Isi Hati’. Maksud saya adalah andai saja saya tidak mengalami kisah patah hati bersama si 16 Juni, mungkin tidak akan terlahir dua cerpen itu. Karena memang benar ternyata bahwa Kesedihan adalah sumber kreativitas terbaik. Asal dikelola dengan baik.
Itu hanyalah masa lalu yang coba saya ceritakan lagi. Jadi diambil hikmahnya saja. Sekarang, mas 16 Juni itu sudah menikah dengan pacarnya. Agustus 2013 lalu sepertinya. Semoga dia selalu bahagia ya.. menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah. Dan saya bisa segera menyusul dia. Amin.
Dan kalau mau pesen buku saya yang berjudul ‘Aquanetta’ bisa dipesan di nulisbuku.com. Monggo, Cuma Rp 44.000. Eh jadi promosi nih…
Mau tau kisah saya lainya? Silahkan baca di posting ‘Ini Kisah Saya [bagian dua]’ ya….
Like this:
Like Loading...