Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta – Tasaro GK

image

Akhirnya, setelah dua bulan, malam ini saya selesai membaca novel “Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta” karya Tasaro GK.

Buku yang bagus. Seperti yang pernah saya tanyakan dalam posting jauh sebelumnya, apakah saya menemukan penulis favorit lainnya selain Tere Liye? Jawabnya adalah yes I found him. Tasaro GK.

Kalian tau? Saya suka sekali gaya bercerita dua penulis ini. Bahasa yang mereka gunakan ringan, ceritanya tidak melulu soal cinta, dan yang paling penting kedua penulis ini menyampaikan cerita yang penuh makna hidup. Bahwa hidup harus menerima, mengerti dan berusaha. Dan dalam ceritanya, Tere Liye dan Tasaro GK tidak pernah mengesampingkan Allah.

Now, let me tell you about buku Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta.

Buku ini memiliki cover buku yang nyeni (pake) banget. Bukan seperti novel-novel kebanyakan. Tapi ketika saya pertama kali lihat buku ini di Togamas, saya yakin tertarik pada judul dan covernya. Ada rasa yang tersimpan dalam cover ini. *halahhh*

Ada gambar gadis bertopi lebar yang sedang berdiri dibawah langit biru, menghadap ke padang rumput menguning nan luas.

Setelah membuka halaman pertama, yang lebih menarik lagi, buku ini dicetak di atas kertas warna warni. Jujur, saya nggak pernah ketemu buku antik begini. ‘Okay saya nggak salah belu buku’, batin saya.

Berisi 9 cerita, yang semua-mua ceritanya memiliki twist berbeda dan bikin pembacanya berekspresi yang bukan-bukan pas selesai baca ceritanya. Bisa nyengir, begidik, kening berkerut, nangis, bingung, dan lain-lain.

Dari kesembilan cerita dalam buku ini, ada 3 cerita yang bikin saya berekspresi yang macam-macam setelah membacanya.

Cerita pertama berjudul Roman Psikopat. Cerita ini bikin saya begidik, ngeri. Bahkan setelah baca ceritanya, saya sangat sempat membayangkan bagaimana si tokoh utama tega sekali melakukannya. Antara jijik, ngeri, nggak tega, jadi satu. Hihhh.

Cerita kedua berjudul Atarih. Cerita ini dengan sukses membuat saya bingung. ‘ini ceritanya tentang apa sih sebenernya?‘ Tapi meski bingung, dengan kening berkerut, saya tetap baca cerita Atarih dari akhir sampe selesai. Dan tolong jangan tanya pesan apa yang ada dalam cerita itu, karena sumprit saya bingung dengan cerita Atarih.

Dan yang ketiga adalah cerita dengan judul Kagem Ibu. Nah beda lagi dengan cerita yang satu ini. Baru awal membaca isi surat untuk ibu saja, saya sudah menitikan air mata. Sampai-sampai untuk cerita ini, saya pending satu minggu untuk lanjut baca. Baru setelah saya merasa kuat membacanya, saya lanjutkan baca.

Saya memang selalu gampang menangis pada apapun itu yang berkaitan dengan ibu. Entah saya terlalu sayang pada ibu atau sayanya yang cengeng? Hehe.

Yang jelas buku ini bagus dan saya rekomendasikan untuk narablog sekalian yang suka baca.

Yang saya tangkap dari cerita-cerita dalam buku ini adalah bahwa seperti apapun bentuknya, mau diungkapkan atau tidak, mau ditunjukkan atau tidak, mau disampaikan atau disimpan saja. Cinta akan tetap menjadia cinta. Tidak akan berkurang bentuk dan nilainya. Tetap saja kita menyebutnya ‘cinta’.

Saya jadi ingat tentang kalimat yang sering disampaikan Tere Liye, mau dinyatakan atau tidak, cinta tetap cinta. Bukan berarti jika tidak disampaikan maka bukan cinta namanya. Jadi tunggu sampai waktunya tiba, perbaiki diri, maka jika berjodoh maka cinta yang ada dalam hati akan bertemu dengan pemilik sejatinya. Jika tidak dengan yang dinanti, maka akan diganti dengan yang lebih baik. Dan itu tetap cinta namanya.

Bukan begitu?

Penasaran sama cerita-cerita dalam buku “Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta”? Silahkan beli di toko buku – toko buku kesayangan anda.

Demikian.

Silahkan Berkomentar

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s